Monday, December 26, 2005

Disiplin untuk Anak

dari http://wrm-indonesia.org/
Oleh: Mimin


Wednesday, 21 December 2005

Shaqi dan Waila, dua balita yang sedang asyik mengerubuti boks mainan. Awalnya Shaqi asyik bermain kereta-keretaan, dan Waila sedang membolak balik bukunya. Lama-kelamaan Waila bosan juga. Brukk! Buku bersarang di bawah kursi. Ia ternyata mulai tertarik pada mainan Shaqi. Dengan cepat Waila merebutnya, diiringi dengan teriakan dan tangisan Shaqi. Ibu Waila bergegas menghampiri.

“Waila! Kembalikan mainan Shaqi!”
“….” Waila malah memeluk mainan itu.
“Okay, kalo tidak dikembalikan, kita pulang!”
Mama Waila mengembalikan mainan itu pada Shaqi dan menarik Waila yang menangis pulang.

Tazkiya (1,5 tahun) sedang bermain atas karpet, Ayahnya duduk di atas sofa sambil membaca buku. Sesekali ia berjalan ke sana ke mari. Kaki kecil itu berlari lagi ke meja telepon. Digenggamnya gunting.
“Tazkiya!” Ayahnya memanggil. Tazkiya menoleh sambil nyengir. Ayahnya menggeleng. Tazkiya menjulurkan tangannya pada Ayahnya. Ayahnya bangkit dan mengambil gunting itu dari tangannya.
Kini ia mendekati stop kontak, tetapi menoleh dulu pada ayahnya minta persetujuan.
“No. Tidak boleh, Sayang. Kamu nanti sakit kalau sentuh itu.”
Tazkiya tertawa lucu. Lalu kembali ke mainannya di atas karpet.

Menangani anak-anak usia 1-10 tahun memang sama sekali tidak mudah. Biasanya orang tua, khususnya Ibu, yang memiliki anak sesusia itu dibuat pusing tujuh keliling menghadapi anaknya yang “nggak ada matinya”. Banyak hal yang dilakukan anak-anak usia itu, bahkan terkadang tidak kita duga-duga. Bisa jadi apa yang dilakukan anak tidak baik, tidak sopan, atau bahkan berbahaya. Penjelasan yang diberikan orang tua seringkali juga tidak dapat dimengerti anak. Sehingga akhirnya orang tua terpaksa memberikan hukuman untuk mengajarkan apa-apa yang seharusnya dilakukan.

Menerapkan disiplin pada anak adalah sebuah dilema bagi kebanyakan orang tua. Banyak juga yang tidak mengerti apa sebaiknya yang harus dilakukan orang tua saat menghadapi tingkah laku anak yang tidak terkontrol. Apakah hukuman cukup efektif bagi anak-anak, atau malah menimbulkan trauma? Yang pasti tidak mungkin kan, kita membiarkan anak melakukan hal-hal yang buruk?

Menurut Dr. Sears, disiplin bukanlah masalah bagaimana orang tua mengarahkan tingkah laku anak, tetapi bagaimana seorang anak termotivasi untuk bersikap baik. Kontrol diri harus muncul dari anak tersebut, bukan dari orang tua. Jawabannya bukan pada teknik-teknik mengontrol anak Anda, tetapi dalam hubungan anak dan orang tua, yaitu kasih sayang.

Ada beberapa gaya disiplin yang biasa diterapkan pada anak:

1. Gaya Otoriter
Kebiasaan ini terfokus pada orangtua sebagai figur otoriter yang harus ditaati oleh anaknya. Sisi positif dari gaya disiplin ini adalah bahwa orangtua harus bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka. Banyak masalah disiplin anak saat ini bersumber dari tanggung jawab orang tua yang longgar terhadap anak-anak mereka. Yang jelas, gaya disiplin ini tidak dapat secara tunggal diterapkan, artinya gaya ini bisa menjadi variasi penerapan disiplin saat diperlukan. Karena jika hanya cara ini yang diterapkan, anak akan sulit mendapatkan kontrol dirinya. Jika orang tua tidak berada di sekitanya, anak itu akan berubah 180 derajat tingkah lakunya.

2. Pendekatan Komunikasi.
Teknik ini mengandalkan diskusi dalam mengatasi masalah. Jika seorang anak melakukan suatu kesalahan, orang tua akan mengajaknya bicara dan meminta pendapatnya tentang masalah itu. Di sini anak belajar berpikir analogi dan menentukan apakah suatu perbuatan baik atau tidak. Kelemahan teknik ini adalah bahwa ia cenderung menimbulkan kebiasaan permissive (serba boleh). Seringkali anak hanya mengetahui bahwa ini bagus dan itu tidak bagus, tetapi ia tidak termotivasi untuk melakukan dan menghindarinya. Atau jika tidak diajak bicara, dia tidak akan menggubris.

3. Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku.
Metode yang diterapkan adalah memberlakukan time-out jika anak melakukan kesalahan. Yang dimunculkan adalah konsekuensi-konsekuensi. Misalnya, jika ia memukul temannya, ia tidak boleh ikut bermain. Intinya jika ia melakukan kesalahan, maka ia tidak akan menerima hukuman yang telah ditentukan. Kelemahannya adalah bahwa teknik ini dapat memunculkan rasa sakit hati dan dendam. Bukannya dia menyadari kesalahan yang dilakukannya, ia mungkin malah merasa dirinya tidak bersalah lalu menyimpan dendam.

4. Pendekatan Kasih Sayang
Metode ini tidak terlalu banyak menjadi perhatian orang tua dalam mendisiplinkan anaknya. Kebanyakan orang tua berpikir bahwa terlalu banyak memberikan ekspresi kasih sayang kepada anak justru akan membuat anak kelewat manja dan tidak mandiri. Menurut Dr. Sears, justru pendekatan ini yang menjadi dasar bagi beberapa metode disiplin di atas. Kasih sayang dapat dilakukan sejak usia anak 0 tahun. Antara lain dengan memeluk, menyusui, menggendong, mengayun, dan bermain dengannya. Penting bagi seorang ibu untuk segera merespon anak yang menangis dengan memeluk, menggendong, dan mengayunnya. Lakukan sesering mungkin. Jangan khawatir bahwa anak akan menjadi manja dan tidak mandiri.

Tiga teknik disiplin di atas dapat dilakukan di atas dasar teknik keempat, yakni pendekatan kasih sayang. Jika ketiga teknik tersebut diterapkan tanpa kasih sayang, yang terjadi adalah disiplin yang sifatnya temporer, sementara, dan rapuh. Tiga macam disiplin itu pun sifatnya kondisional, artinya harus melihat situasi dan kondisi, dan tidak dapat diterapkan secara tunggal.

Karena sifatnya sementara tadi, tidak akan muncul kontrol diri yang baik pada anak, padahal dari situlah disiplin bermula. Ketika dewasa nanti pun, anak-anak yang memiliki kontrol diri yang baik akan dapat mendisiplinkan dirinya terhadap apa-apa yang seharusnya ia lakukan dan tidak ia lakukan. Hubungan sosialnya juga lebih terbuka karena ia akan lebih mudah membuka dirinya utnuk mempercayai orang lain.

Jadi, ketika anak Anda menangis jangan pernah berpikir panjang, apakah saya harus memeluknya atau mendiamkannya hingga diam sendiri, atau malah berpikir bahwa anak Anda bermaksud mengelabui. Peluk dia, cari tahu dan penuhi kebutuhannya. Dengan demikian, Anda memberikan kasih sayang dan mengajarkan rasa percaya kepada orang lain.

[BungaTazkiya]
Sumber bacaan: The Discipline Book, Dr. Martin Sears

No comments: