Tuesday, October 25, 2005

7 kalimat tabu untuk diucapkan ayah & ibu

Bicara pada anak, kelihatannya memang sepele. Tapi percayalah, jika tak jeli memilih kata-kata dan kalimat, bisa berdampak buruk bagi si kecil.

Tak mau, kan, buah hati jadi tak punya percaya diri, merasa dirinya jadi pecundang, atau terus-menerus diliputi rasa bersalah?

Sering, kan, kita dengar seorang ibu menegur balitanya dengan ucapan, "Kalau kamu enggak nurut, nanti Ibu tinggal!" Maksudnya, sih, supaya si anak menurut. Tapi yang sebetulnya terjadi, "ancaman" seperti itu hanya membuat perasaan anak terluka. Orang tua sering lupa, kalimat yang dilontarkan pada anak, amat berpengaruh pada rasa percaya diri, kesehatan emosional, dan kepribadiannya. Dengan kata lain, ada hubungan kuat antara kalimat yang dipakai dengan sikap dan tingkah anak kelak.

Sederet kata memang bisa berdampak positif, juga negatif. Asal tahu saja, bahasa bisa jadi salah satu sumber kekerasan terhadap anak. Pendek kata, perhatikan dan pilih betul kata-kata yang akan disampaikaan pada buah hati.

Kalau emosi sedang memuncak, coba, deh, tinggalkan si kecil sejenak, tarik napas dalam-dalam, jalan-jalan, atau minum air putih. Emosi pun akan turun dan kita jadi bisa berpikir lebih tenang. Setelah itu, baru ajak anak berkomunikasi.

Berikut sejumlah kalimat tabu untuk dilontarkan pada si buah hati.

1. "Gara-gara kamu, Ayah dan Ibu jadi pisah."

Tak seorang anak pun bisa dijadikan alasan perceraian orang tuanya. Seorang anak tak selayaknya menanggung beban yang sedemikian berat. Meski hal itu benar adanya dan disampaikan dengan halus, tetap saja anak akan merasa sangat bersalah. "Seandainya saya tak nakal, pasti Ayah dan Ibu enggak pisah," begitu yang seringkali timbul di benaknya.

2. "Kalau enggak berhenti menangis, Ibu tinggal kamu di sini!"

Ketakutan terbesar dari seorang anak adalah berpisah atau ditinggalkan sendirian. Apalagi oleh orang tuanya. Mengancam anak dengan kalimat seperti itu dengan tujuan anak mau menuruti perintah dan berhenti melakukan suatu tindakan, jelas tidak bijak. Lebih bijaksana jika memberinya pilihan. Misalnya, "Sayang, jika kamu tetap saja berteriak-teriak seperti itu, lebih baik kita pulang saja, ya. Ibu baru mau meneruskan belanja kalau kamu berhenti berteriak-teriak. Terserah, kamu mau pilih yang mana?" Alternatif lain adalah dengan mengalihkan perhatian anak atau menghentikan kegiatan untuk sementara. Siapa tahu, Anda atau si kecil memang sudah capek dan perlu istirahat.

3."Mestinya kamu malu pada diri sendiri."

Rasa bersalah akan segera menyergap anak jika kita mengucapkan kalimat seperti itu. Sementara orang tua justru yakin, kalau anak merasa bersalah, ia pasti bakal mengubah kelakuan dan jadi menurut. Memang, rasa bersalah atau rasa malu bisa membuat seseorang, termasuk anak, mengubah perilakunya sesuai yang diharapkan. Namun, jangan salah. Pada saat yang sama, ia juga akan merasa dirinya sebagai pecundang. "Saya memang anak nakal, tak bisa bikin orang tua senang," "Saya selalu salah," dan sebagainya. Ujung-ujungnya, rasa percaya diri anak menurun drastis.

4. "Kami tak pernah mengharapkan kamu."

"Nyesel rasanya Ibu melahirkan kamu! Kalau tahu kamu bakal senakal ini, lebih baik kamu tak lahir saja." Kalimat seperti ini sungguh tak bisa diampuni. Tak peduli apa kesalahan anak atau selembut apa pun disampaikan, tetap saja tak dibenarkan untuk dilontarkan. Sebab, hanya menunjukkan ada yang tak beres dalam hubungan orang tua dan anak. Jika ini yang terjadi, segera cari tahu, apa yang salah dalam hubungan dengan si kecil. kalau perlu, segera minta bantuan ahli.

5. "Kenapa, sih, enggak bisa seperti adikmu?"

Saat orang tua membandingkan anak dengan saudaranya, berarti salah satu di antaranya dianggap kurang. Kalimat ini membawa pesan pada anak, ia tak lebih pandai, tak lebih baik, dan tak lebih cakap dibanding saudaranya. Kalimat, "Kamu memang tak seperti kakakmu," akan membuatnya merasa dikucilkan dan bisa berdampak hingga ia dewasa.

Membanding-bandingkan antara saudara juga akan menciptakan persaingan tak sehat di antara mereka. Alhasil, mereka jadi "hobi" bertikai dan akhirnya merusak hubungan antar-anak. Terimalah setiap anak dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ingat, tiap anak adalah individu unik.

6. "Pokoknya lakukan seperti kata Ibu!"

Kalimat ini membawa pesan, "Kamu, kan, anak kecil,tahu apa, sih? Ibu, kan, lebih tahu dan lebih pintar. Tugas saya adalah memberi tahu dan tugas kamu adalah mematuhi apa yang saya katakan!"

Kalimat ini akan menciptakan kebencian pada diri anak. Lain halnya jika disampaikan dalam bentuk yang bisa mengundang empati anak, semisal, "Ibu benar-benar capek, Sayang."

7. "Sini, biar Ibu yang bikinin."

"Sini, biar Mama yang kerjakan," "Kali ini, Ibu mau bantu kamu." Jika kalimat-kalimat itu selalu dilontarkaan setiap kali anak mendapat kesulitan, sama artinya dengan menciptakan rasa tak berdaya atau tak mampu dalam diri si kecil. Cara ini juga membuka peluang bagi anak untuk melakukan hal yang sama di masa depan.

Kalau cuma dilakukan sekali, sih, tak masalah. Tapi dua kali, berarti pola sudah tercipta. Tiga kali dan seterusnya? Berarti Anda sudah menciptakan pekerjaan baru bagi diri sendiri.

ORANG TUA BAIK, ANAK JUGA JADI BAIK

Memberi anak motivasi agar berperilaku baik, sebetulnya tak sulit, kok. Orang tua pun tak perlu menggunakan sikap otoriter yang justru bikin anak tertekan.

* Ubah sikap
Orang tua adalah model bagi anak. Jadi, coba cari tahu, apa yang membuat anak melakukan hal-hal yang tak Anda "setujui." Bisa saja, mereka meniru dari Anda. Coba catat, apa perilaku baik yang dilakukan anak minggu ini dan catat pula apa yang Anda lakukan di minggu yang sama. Jika Anda berlaku "baik," bisa dipastikan anak pun akan bertingkah baik pula.

* Buat aturan main
Apakah Anda sudah membuat aturan yang jelas di dalam keluarga? Termasuk untuk anak-anak Anda? Misalnya, setiap bangun tidur harus membereskan sendiri tempat tidur. Aturan akan membantu anak melakukan hal-hal positif tanpa kita perlu bersikap keras. Yang tak kalah penting, bersikaplah konsisten. Sekali Anda berkompromi dan melanggar aturan, anak pun akan punya cara untuk keluar dari aturan. Caranya? ya, dengan cari-cari alasan agar tak perlu ikut aturan.

* Cintai buah hati
Anak, di usia berapa pun, selalu ingin membuat orang tuanya senang. Mereka adalah makhluk yang dipenuhi kasih. Tak ada anak yang berniat mencelakakan ibunya, kan? Perhatian dan cinta orang tua yang tulus dan tanpa pamrih pada mereka adalah motivator terkuat bagi anak.

* Tetapkan tujuan
Apa, sih, sebetulnya tujuan Anda mendidik dan membesarkan anak? Coba tulis, apakah Anda ingin membesarkan anak menjadi orang yang penuh cinta kasih atau yang disiplin, dengan cara apa pun? Nah, cermati betul, apa kira-kira hasil yang akan diperoleh dari tujuan tadi. (Tabloid Nova)

Thursday, October 20, 2005

persiapan mudik

Sebentar lagi, dek agi ama mama mau mudik ke kampung. berikut list barang yang harus mama siapin :

  • Botol susu, minimal 5 buah
  • Container / tempat botol susu
  • Sterilizer / teko pemanas listrik / sabun cair
  • Tissue basah dan tissue biasa
  • Takaran susu
  • Waslap
  • Minyak kayu putih / minyak telon
  • Air bersih
  • Termos air panas
  • Diapers
  • Baju ganti
  • Maenan
  • Obat - obatan (tempra, pedyalite dll)
  • Bantal, selimut
  • Perlengkapan mandi
  • Antis
  • Mangkok makan

Wednesday, October 19, 2005

Dr Muhammad Syafii Antonio

Dari www.eramuslim.com, kebetulan nemu artikel soal syafii antonio, pakar ekonom yang oke menurut mama dek agi :D.

eramuslim - Dalam usia belia pakar ekonomi Syari'ah Dr. Muhammad Syafii Antonio (38 tahun) menjadi mualaf meski ditentang keras oleh keluarganya yang menganut agama Kong Hu Chu.

Sejak pertama kali menjalan ibadah puasa di bulan Ramadhan ia selalu menetapkan target-target antara lain bisa mengkhatamkan al-Qur'an sebanyak tiga sampai empat kali dan dalam membaca beberapa buku selama satu bulan penuh selama Ramadhan.

"Perasaan ketika menyambut Ramadhan, seolah-olah seperti menyambut kedatangan tamu agung yang dinanti-nantikan, karena Islamnya baru, jadi semangatnya masih tinggi," katanya pada eramuslim saat ditemui di sela-sela kesibukannya dalam kegiatan Ramadhan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Ia mengaku, setelah satu bulan memeluk agama Islam, sekitar tahun 1984-1985, di usianya yang baru memasuki 18 tahun ia sudah langsung bisa membaca Al-Qur'an dengan lancar dan selalu menyempatkan membacanya setiap hari, bukan hanya pada bulan Ramadhan. Khusus pada bulan Ramadhan, Ia berusaha membacanya maksimal setengah juz sehabis sholat sehingga target tersebut dapat terlampaui.

"Namanya juga target, kadang terpenuhi kadang tidak, pernah suatu ketika, karena sudah mendekati Idul Fitri, masih tersisa 10 juz, sementara di rumah saya mati lampu, karena ingat harus selesai, akhirnya saya melanjutkan bacaan dengan bantuan penerangan lampu minyak tanah, saya membaca al-Qur'an semalaman, ketika sadar pagi harinya, hidung saya hitam semua terkena asap lampu minyak, tapi akhirnya beres juga," kenangnya sambil tertawa.

Ustadz Syafii mengatakan, ketika ia masuk Islam, semua teman-temannya sebayanya langsung tahu. Maklumlah, saat itu ia termasuk pemuda yang sangat aktif mengikuti berbagai pertandingan badminton antar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Sukabumi.

"Karena mereka tahu dulunya saya anak Chinesse, ketika saya ke Masjid banyak yang pada melihat terutama anak wanita, lalu mereka berkata, 'Wah si cokin sudah Islam ya'," kisahnya.

Syafii mengaku sangat berat waktu pertama kali menjalankan ibadah puasa, karena ia harus menjalaninya seorang diri, di tengah lingkungan keluarga yang mayoritas non muslim. Ia juga mendapat tentangan keras dari kedua orang tuanya, namun Ia mencoba bersabar dalam menjalani ke-Islamannya. Saat itu ia berkeyakinan, karena perbedaan pandapat pada awal menjadi mualaf merupakan sunatullah.

"Dalam kehidupan terdapat perbedaan pendapat dan persepsi, kadang harus kita jalani dengan berat hati, tetapi saya coba untuk bersabar menjalaninya, karena cobaan yang saya alami belum seberapa dibandingkan cerita para sahabat yang sering saya baca," ungkap suami dari Mirna Rafki ini.

Ia mencoba memetik hikmah dari kemandiriannya. Ketika memutuskan untuk menjadi seorang Muslim, Syafii Antonio tidak lagi diakui anak oleh kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, ia pun meninggalkan rumah dan berhasil mendapakan beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya.

"Saya pergi ke Pesantren An-Nizhom di Salabintana, Sukabumi, kemudian di sana saya mendapat bantuan tempat tinggal, meneruskan sekolah, mengaji dan setelah itu saya belajar ceramah, ilmu bahasa, tafsir dan hadist," ujar pria kelahiran 12 Mei 1967.

Setelah itu, Syafii sering ikut ustadznya berceramah di sana-sini. Karena rajinnya menyimak dan mencatat, hingga suatu saat ustadznya berhalangan, ia mencoba memberanikan diri berceramah menggantikan sang ustadz hingga sekarang Syafii dikenal sebagai da'i selain dikenal sebagai seorang pakar ekonomi Syari'ah.

Ia mengatakan, kebiasanya membaca sejak usia balita membuat dirinya dipaksa dewasa lebih cepat. Selama dua tahun sebelum memeluk Islam, ia melakukan kajian terhadap Islam dengan membaca buku tentang perbandingan agama.

"Buku perbandingan agama itulah yang menggiring saya untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang muncul. Saya membacanya berulang-ulang hingga sampai pada suatu kesimpulan, bahwa Islam itu agama yang komprehensif, mendorong persamaan ras dan komprehensif mengatur kehidupan rumah tangga, bisnis, ekonomi, politik, hukum, bahkan mulai dari bangun tidur sampai masuk kamar mandi dan memimpin parlemen ada aturannya," papar ustadz penggemar masakan Sunda ini.

Lantas bagaimana dengan bulan Ramadhan kali ini? Apalagi yang masih menjadi obsesinya?

Menjawab pertanyaan itu, Syafii hanya mengatakan bahwa ia akan berusaha mengaplikasikan takwa dalam bentuk yang terukur. Yakni dapat membedakan halal dan haram yang menirutnya persoalan ini sering dilupakan oleh kita sebagai manusia.

"Salah satu penyakit terbesar bangsa ini adalah tidak memperdulikan mana yang halal dan yang haram. Tapi dengan berpuasa kita didorong untuk menghindari yang haram, belajar disiplin stop makan dan minum, memiliki jiwa amanah, karena merasa diawasi oleh Allah dan juga berusaha membangkitkan respons sosial melalui ibadah zakat dan shodaqoh, serta yang terpenting adalah bagaimana saya dapat mewujudkan la’allakum tattaquun," tandas Ustadz Syafii menutup perbincangan dengan eramuslim. (novel/ln)

Thursday, October 13, 2005

Bersihnya Gigiku

Bersihnya Gigiku

Dari : http://www.sahabatnestle.co.id

Betapa senang melihat gigi geligi si kecil mulai tumbuh. Senyumnya pun tampak semakin manis. Seiring dengan bertambahnya usia pertumbuhan giginya pun mulai banyak dan si kecil sudah harus diajarkan untuk menyikat gigi sendiri. Bagaimana supaya menyikat gigi menjadi kegiatan yang menyenangkan?

Kesehatan Gigi Si Kecil
Rata-rata gigi mulai tumbuh di usia 6 bulan. Gigi pertama ini disebut gigi susu yang biasanya akan tumbuh 2 di rahang bawah atau bisa juga di rahang yang lain. Saat si kecil berusia 3 tahun, gigi susunya akan tumbuh lengkap menjadi 20 buah.

Ketika gigi-gigi si kecil belum tumbuh, gusinyalah yang dibersihkan perlahan-lahan dengan kain kasa atau kapas steril yang dicelupkan ke air matang. Sebelum usianya 2 tahun, kegiatan menggosok gigi si kecil masih menjadi kewajiban Anda. Karena usianya masih sangat muda dan belum bisa berkumur, tidak dibutuhkan pasta gigi dalam kegiatan itu karena dikhawatirkan dapat tertelan olehnya.

Kira-kira pada usia 2 tahun, saat giginya mulai banyak, anak Anda sudah bisa diajar untuk menggosok gigi sendiri (atau sesuai rekomendasi dari dokter anak Anda). Namun, bukan berarti ia tak butuh bantuan Anda lagi setelah ia bisa menggosok gigi sendiri. Ahli dari Lucile Packard Children's Hospital, Amerika Serikat menyebutkan bahwa hingga usia 7-8 tahun, anak-anak tetap harus dibantu untuk menggosok gigi agar lebih bersih.

Mengajar balita menggosok gigi sendiri akan menjadi aktivitas yang menyenangkan bila Anda tahu trik-nya. Yang harus Anda perhatikan pertama kali adalah peralatan yang benar. Untuk menggosok gigi balita Anda, gunakanlah sikat gigi dengan kepala sikat berbulu halus khusus untuk anak-anak. Jangan lupa gunakan pasta gigi khusus anak-anak yang aman bila tertelan.

Berikut tip melatihnya menyikat gigi yang berhasil dirangkum dari berbagai sumber:

  1. Gunakan Imajinasinya : Pada usia balita anak memiliki imajinasi yang tinggi. Mereka gemar bermain pura-pura berbelanja, main rumah-rumahan dan lainnya. Manfaatkanlah kesempatan ini juga untuk mengajarnya menggosok gigi. Hal ini diungkapkan oleh Jan Faull, seorang ahli perkembangan dan tingkah laku anak yang juga penulis buku Unplugging Power Struggles. Untuk memberinya pemahaman tentang pentingnya menyikat gigi, gunakan boneka yang memiliki gigi. Ceritakan padanya betapa si boneka sangat menyukai aktivitas menyikat gigi.
  2. Kemajuan Bukan Kesempurnaan : Pada awal 'pelajaran' menyikat gigi ini, tak perlu menuntut kesempurnaan dari si kecil. Ia baru berusia dua tahun, lho!. Tujuan Anda saat ini adalah menanamkan kebiasaan menyikat gigi agar giginya selalu bersih dan sehat.
  3. Pilih Sendiri : Biarkan si kecil memilih sendiri sikat gigi yang akan digunakannya (dengan bantuan Anda tentunya).
  4. Posisi Yang Tepat : Saat mengajari menggosok gigi, posisi Anda sebaiknya di belakang anak sambil memegang dagunya. Posisi ini akan membantu Anda melihat semua gigi anak. Sesekali boleh juga Anda pura-pura 'berlomba' menyikat gigi dengannya. Gunakan teknik menyikat gigi dengan gerakan berputar pada sekelompok gigi dan perlahan-lahan mencakup seluruh gigi.
  5. Terapkan Aturan : Sekurang-kurangnya si kecil harus menggosok gigi dua kali sehari, yaitu setelah sarapan dan sebelum tidur. Berapa lama? Paling tidak 3-4 menit setiap kali menyikat. Kunjungi dokter gigi minimal 6 bulan sekali untuk memantau kesehatan giginya.

Sumber:

1. Bayi Sehat dan Terawat (Seri Ayahbunda)
2. http://familyfun.go.com/parenting/child
3. Dental and Oral Health, Lucile Packard Children's Hospital (http://lpch.org/diseasehealthinfo/healthlibrary)

Monday, October 10, 2005

Tantrum

Oleh Martina Rini S. Tasmin, SPsi.

source from http://www.e-psikologi.com/anak/290402.htm

Jakarta, 29 April 2002


Andi menangis, menjerit-jerit dan berguling-guling di lantai karena menuntut ibunya untuk membelikan mainan mobil-mobilan di sebuah hypermarket di Jakarta? Ibunya sudah berusaha membujuk Andi dan mengatakan bahwa sudah banyak mobil-mobilan di rumahnya. Namun Andi malah semakin menjadi-jadi. Ibunya menjadi serba salah, malu dan tidak berdaya menghadapi anaknya. Di satu sisi, ibunya tidak ingin membelikan mainan tersebut karena masih ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Namun disisi lain, kalau tidak dibelikan maka ia kuatir Andi akan menjerit-jerit semakin lama dan keras, sehingga menarik perhatian semua orang dan orang bisa saja menyangka dirinya adalah orangtua yang kejam. Ibunya menjadi bingung....., lalu akhirnya ia terpaksa membeli mainan yang diinginkan Andi. Benarkah tindakan sang Ibu?

Temper Tantrum


Kejadian di atas merupakan suatu kejadian yang disebut sebagai Temper Tantrums atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum) seringkali muncul pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam) tahun.


Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit", dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1.. Memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur.

2.. Sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru.

3.. Lambat beradaptasi terhadap perubahan.

4.. Moodnya (suasana hati) lebih sering negatif.

5.. Mudah terprovokasi, gampang merasa marah/kesal.

6.. Sulit dialihkan perhatiannya.

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah beberapa contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia:

1. Di bawah usia 3 tahun:

a.. Menangis
b.. Menggigit
c.. Memukul
d.. Menendang
e.. Menjerit
f.. Memekik-mekik
a.. Melengkungkan punggung
b.. Melempar badan ke lantai
c.. Memukul-mukulkan tangan
d.. Menahan nafas
e.. Membentur-benturkan kepala
f.. Melempar-lempar barang

2. Usia 3 - 4 tahun:
a.. Perilaku-perilaku tersebut diatas
b.. Menghentak-hentakan kaki
c.. Berteriak-teriak
a.. Meninju
b.. Membanting pintu
c.. Mengkritik
d.. Merengek

3. Usia 5 tahun ke atas
a.. Perilaku- perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas

b.. Memaki

c.. Menyumpah

d.. Memukul kakak/adik atau temannya

e.. Mengkritik diri sendiri

f.. Memecahkan barang dengan sengaja

g.. Mengancam

Faktor Penyebab

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Tantrum. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu.

Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara Tantrum untuk menekan orangtua agar mendapatkan yang ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal.

2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri.

Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak bisa mengerti apa yang diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan terungkap dalam bentuk Tantrum.

3. Tidak terpenuhinya kebutuhan.

Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah Tantrum. Contoh lain: anak butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang dimilikinya. Misalnya anak umur 3 tahun yang ingin mencoba makan sendiri, atau umur anak 4 tahun ingin mengambilkan minum yang memakai wadah gelas kaca, tapi tidak diperbolehkan oleh orangtua atau pengasuh. Maka untuk melampiaskan rasa marah atau kesal karena tidak diperbolehkan, ia memakai cara Tantrum agar diperbolehkan.

4. Pola asuh orangtua

Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan Tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa Tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku Tantrum. Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak Tantrum. Misalnya, orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang seringkali mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orangtua dan menjadi Tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak bisa jadi akan Tantrum agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua.

5. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit.

6. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak aman (insecure).

Tindakan

Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La Forge: 1996) banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa Tantrum adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari proses perkembangan, episode Tantrum pasti berakhir. Beberapa hal positif yang bisa dilihat dari perilaku Tantrum adalah bahwa dengan Tantrum anak ingin menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian bukan berarti bahwa Tantrum sebaiknya harus dipuji dan disemangati (encourage). Jika orangtua membiarkan Tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak mendapatkan yang diinginkannya setelah ia Tantrum, seperti ilustrasi di atas) atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi contoh pada anak untuk bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya tentu orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan hal tersebut). Dengan bertindak keliru dalam menyikapi Tantrum, orangtua juga menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi, takut, jengkel, dll) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut.

Pertanyaan sebagian besar orangtua adalah bagaimana cara terbaik dalam menyikapi anak yang mengalami Tantrum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kami mencoba untuk memberikan beberapa saran tentang tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi hal tersebut. Tindakan-tindakan ini terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu:

1.. Mencegah terjadinya Tantrum

2.. Menangani Anak yang sedang mengalami Tantrum

3.. Menangani anak pasca Tantrum

Pencegahan

Langkah pertama untuk mencegah terjadinya Tantrum adalah dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa muncul Tantrum pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang. Maka supaya ia tidak Tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil.

Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi anak pada saat ia mengerjakan tugas-tugas dari sekolah (bukan membuatkan tugas-tugasnya lho!!!) dan mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres pada anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada permainan-permainan, sebaiknya anak pun didampingi orangtua, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat membantu dengan memberikan petunjuk.

Langkah kedua dalam mencegah Tantrum adalah dengan melihat bagaimana cara orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua bertindak terlalu melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang? Apakah kedua orangtua selalu seia-sekata dalam mengasuh anak? Apakah orangtua menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan?

Jika anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan seringkali melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak, jangan heran jika anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak dituruti. Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga sangat berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan berdebat dan beragumentasi satu sama lain di depan anak, agar tidak menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman pada anak. Orangtua hendaknya menjaga agar anak selalu melihat bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun.

Kembali ke atas

Ketika Tantrum Terjadi

Jika Tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah:

1.. Memastikan segalanya aman. Jika Tantrum terjadi di muka umum, pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama Tantrum (di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang membahayakan dirinya atau justru jika ia yang membahayakan keberadaan benda-benda tersebut. Atau jika selama Tantrum anak jadi menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri, jauhkan anak dari temannya tersebut dan jauhkan diri Anda dari si anak.

2.. Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri agar tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah pada anak.

3.. Tidak mengacuhkan Tantrum anak (ignore). Selama Tantrum berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan Tantrumnya, karena anak toh tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan Tantrum seperti itu malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama Tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. Tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan.

4.. Jika perilaku Tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak dengan rasa cinta. Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta (karena Anda sendiri rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal Anda duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati atau complaint (dengan berkata: "kamu kok begitu sih nak, bikin mama-papa sedih"; "kamu kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong"), kalau ingin mengatakan sesuatu, cukup misalnya dengan mengatakan "mama/papa sayang kamu", "mama ada di sini sampai kamu selesai". Yang penting di sini adalah memastikan bahwa anak merasa aman dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia.

Kembali ke atas

Ketika Tantrum Telah Berlalu

Saat Tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi yang telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman, nasihat-nasihat, teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak tetap tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika Tantrum terjadi karena menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa yang diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten dan anak akan belajar bahwa ia tidak bisa memanipulasi orangtuanya.

Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Ajak anak, membaca buku atau bermain sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia telah berbuat salah, sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya.

Setelah Tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi mengapa sampai terjadi Tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa lelah, frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar orangtua bisa mencegah Tantrum berikutnya.

Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan setelah Tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika Tantrum belum dimulai, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi Tantrum. Saat orangtua dan anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat yang ideal.

Kembali ke atas

Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa kalau orangtua memiliki anak yang "sulit" dan mudah menjadi Tantrum, tentu tidak adil jika dikatakan sepenuhnya kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa orangtualah yang punya peranan untuk membimbing anak dalam mengatur emosinya dan mempermudah kehidupan anak agar Tantrum tidak terus-menerus meletup. Beberapa saran diatas mungkin dapat berguna bagi anda terutama bagi para ibu/ayah muda yang belum memiliki pengalaman mengasuh anak. Selamat membaca, semoga bermanfaat.(jp)

Friday, October 07, 2005

Kursus Kilat belajar jalan

Take from w3.hanyawanita.com

Semua orang mahfum bahwa merawat anak kecil akan membuat Anda menjadi 'langsing' alias capek. Baru saja selesai dengan fase terbangun dan menangis di malam hari, genap usia setahun biasanya disusul dengan perkembangan si kecil yang pesat dan mulai belajar berjalan.

Bagaimana pun capeknya, toh rasanya pasti tidak seberapa dibandingkan dengan kebahagiaan Anda melihat si kecil sudah bisa bergerak dengan merangkak atau berjalan ke mana pun dia mau. Padahal berdiri saja belum tegak benar dan kalau melangkah masih terlihat miring ke kiri ke kanan.

Melihat gaya 'jalan mabuknya' mungkin Anda sebagai orang tua justru akan lebih was-was karena kuatir buah hati kesayangan Anda jatuh dan terantuk. Akibatnya eksplorasi si kecil jadi malah terbatas. Padahal pengalaman jatuh saat belajar berjalan itu justru merupakan pengalaman yang sangat berharga untuknya. Justru ketika anak terjatuh, ia akan merasa makin tertantang dan berintrospeksi. Momen jatuh inilah yang bisa dijadikan anak untuk berintrospeksi, tentunya setelah diarahkan orang tua. Ia akan belajar saat menghadapi jalan licin, memori mengenai pengalaman tak enak tadi akan muncul kembali bahwa di tempat licin ia harus pegangan dan hati-hati supaya tidak jatuh lagi.

Refleks semacam ini jika muncul terus-menerus akan terakumulasi sebagai suatu bentuk keterampilan yang membuat anak siaga. Makin kaya pengalaman yang didapat, kian banyak proses pembelajaran dan data yang diperoleh anak sebagai bekalnya untuk bisa berjalan normal seperti orang dewasa. Kami dengan senang hati akan memberi beberapa langkah untuk membantu dan menstimulasi buah hati Anda cepat pandai berjalan. Simak deh..

  • Saat si kecil berusia 9-11 bulan dan bisa berdiri sendiri, perhatikan dengan seksama apakah berdirinya sudah tegak dan seberapa lama ia mampu bertahan. Jika belum, jangan bosan melatihnya kembali sampai anak bisa berdiri tegap untuk waktu cukup lama. Pancing dengan mainan favorit si kecil di atas kepalanya. Ini akan menantangnya untuk menggapai-gapai mainan tersebut dan berusaha menegakkan badannya.
  • Jika ia sudah bisa berdiri sendiri tanpa berpegangan, amati apakah sudah bisa mantap berdiri dan berapa lama ia bisa bertahan. Jika sudah bisa berdiri tegap, itu berarti anak sudah siap mendapat stimulasi berjalan. Perhatikan apakah posisi jari kaki anak menekuk atau tidak. Jika menekuk, itu tandanya dia masih perlu stimulasi supaya berani dan terbiasa menahan berat badannya dengan bertumpu pada kedua kakinya.
  • Bila jari kakinya tidak menekuk, mulailah mengajaknya untuk mau ditatih. Biarkan kedua tangannya memegangi kedua tangan ANda lalu ajaklah ia melangkahkan kakinya. Bila susah dan belum terbiasa, posisikan kedua telapak kakinya di atas punggung kaki kita. Sambil tangan kita tetap memegangi kedua tangannya, ajaklah ia melangkah. Agar suasananya menyenangkan dendangkan lagu saat kita melangkahkan kaki.
  • Begitu anak bisa berjalan merambat, umumnya anak tahu bagaimana caranya menggerakkan kakinya ke depan dan ke samping. Nah, inilah momen paling tepat untuk mengajaknya mau ditatih. Berikan kesan bahwa bisa berjalan itu menyenangkan.
  • Begitu langkah anak sudah teratur, beranikan diri untuk hanya memberikan jari telunjuk tangan kanan dan kiri kita untuk dipegangi anak selagi ia ditatih. Biarkan anak melangkahkan kakinya. Orang tua tinggal mengikutinya saja dan wajib mengerem atau mengalihkan arah jika anak menuju ke tempat yang dianggap mengundang bahaya.
  • Bila ia terlihat tak lagi mengalami kesulitan dan mulai lancar, saatnyalah menstimulasinya agar mau berjalan sendiri tanpa merambat atau kita pegangi. Kemudian berilah dia stimulus yang bisa memancingnya untuk bergerak dengan cara melangkah menuju arah stimulus tersebut. Bentuk pancingan ini macam-macam, bisa mainan bisa pula makanan kesukaannya.
Yang jelas, biasakan si kecil dengan latihan-latihan ini rutin dan terus-menerus setiap hari agar ototnya juga terlatih dan ia menggemari kegiatan barunya. Nah, boleh kok langsung dicoba..

Tuesday, October 04, 2005

Makanan Super Buat Buah Hati

Suatu hari saat mengantar Adi (5 tahun) ke sekolah, Nita (32 tahun) tertegun. Ia terperangah oleh kelakuan salah satu teman buah hatinya yang bernama Tito. Walaupun Tito seumuran dengan Adi, tapi Tito tampaknya jauh lebih aktif dan daya tangkapnya sangat cepat. Bukan bermaksud mengecilkan arti kemampuan Adi, tetapi dengan jujur Nita mengakui dalam hati bahwa Adi memang agak lamban dalam menangkap dan memahami.

Pernah dengar tentang masalah kurang gizi yang menimpa anak-anak di daerah miskin? Selain terlihat dari bentuk fisik , kurangnya pasokan makanan bergizi ini juga akan berpengaruh pada kemampuan berpikir anak-anak. Tidak jarang, seperti pada kasus Nita dan Adi tadi, terjadi di kota besar dan dari kalangan mampu. Mungkin saja disebabkan karena Nita terlalu sibuk bekerja dan perawatan Adi dipercayakan pada pengasuhnya. Padahal di luar pengawasan Nita, ia juga tidak tahu sudah sesuaikah menu makanan yang dikonsumsi Adi selama diasuh oleh baby sitter.

Jenis makanan tertentu, memang terbukti sangat bermanfaat bagi pertumbuhan kemampuan otak anak. Bahkan beberapa makanan yang tampaknya sangat sederhana, ternyata menyimpan kandungan gizi tinggi yang sangat bermanfaat bagi perkembangan otak. Penasaran mengetahui apa saja sih yang masuk dalam daftar makanan super ini? Silahkan disimak..

Telur

Telur memang kaya akan kandungan protein, seng, vitamin A (untuk penglihatan), vitamin D (untuk pertumbuhan tulang) dan vitamin E (untuk mencegah penyakit) serta B12 (penting untuk membentuk sel darah merah). Kuning telur mengandung lecithin yang dianggap penting sebagai makanan otak, baik untuk daya ingat dan konsentrasi karena mengandung jat besi yang penting bagi fungsi otak. Sudah sebegitu lengkapnya, alangkah sayangnya bila tidak dikonsumsi si buyung dan upik.

Minyak ikan

Beberapa jenis asam lemak tidak dibuat dalam tubuh dan mesti didapat dari makanan. Lemak menjadi komponen utama otak dan bagian besar dari otak terdiri dari asam lemak yang memainkan peranan penting dalam fungsi sel otak.

Kiwi

Seperti halnya Anda, si kecil juga tidak terkecuali membutuhkan pasokan vitamin C. Selain jeruk, Anda bisa mempertimbangkan buah kiwi sebagai sumbernya. Buah satu mengandung hampir dua kali vitamin C dibanding jeruk. Vitamin C penting untuk menyerap zat besi dari makanan. Plusnya lagi, Anda bisa ikutan mengkonsumsinya, karena satu buah kiwi saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin C orang dewasa selama sehari.

Pisang

Pisang adalah sumber karbohidrat dengan kandungan energi yang baik. Makan satu pisang sebagai snack akan membantu anak Anda menjaga tingkat energi dan konsentrasi sepanjang pagi. Mulai sekarang pertimbangkan pisang sebagai salah satu varian snack tengah hari mereka karena jauh lebih sehat dibanding biscuit biasa.

Buah-buahan kering

Cobalah untuk mengenalkan buah-buahan kering pada anak Anda sebagai pudding atau snack tengah hari. Buah-buahan kering kaya akan zat besi dan sumber energi.

Keju

Tidak hanya enak dimakan, keju adalah makanan kaya gizi, protein dan kalsium yang baik untuk kesehatan tulang dan gigi. Tidak hanya itu, karena keju membantu menetralisir asam penyebab kebusukan gigi. Baik untuk menjaga gigi susu dan calon gigi tetap anak-anak Anda.

Sereal

Satu mangkuk sereal baik untuk mengawali hari tetapi Anda memilihnya harus hati-hati karena banyak sereal mengandung hampir 50 persen gula dengan sedikit serat, vitamin dan mineral. Sereal bisa dipertimbangkan untuk sarapan, tapi sebaiknya biasakan si kecil sarapan dengan makanan 'sungguhan' alias menu nasi dengan telur misalnya.

-- sumber : www.hanyawanita.com --